BREAKING NEWS

Senin, 16 Maret 2015

Parenting dalam Perspektif Psikologi Islam

PARENTING DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM
Oleh:
Dr. Hj. Nurhidaya, M.Si[1]
Dalam suatu keluarga sangat merindukan yang namaya buah cinta atau buah hati yg identik dengan pembuktian hasil cinta sebuah pernikahan.Sebagaimana  yang dicontohkan Rasulullah saw bahwa setiap umatku kalau sudah sanggup maka menikahlah karena nikah merupakan kesempurnaan dalam agama.  Sedangkan dalam pendekatan psikologi menurut Maslow dalam teori motivasi  bahwa menikah merupakan salah satu kebutuhan fisiologis  yang termasuk di dalamnya adalah seks. Jadi menikah itu suatu kebutuhan manusiawi dengan tujuan  mendapatkan keturunan.Karena menikah dalam ajaran islam salah satu pencegahan perzinahan atau hubungan seksual sebelum menikah.
Anak yang dilahirkan merupakan anak yang bagaikan kertas yang putih tanpa ada noda dan goresan. Anak juga dilahirkan dengan penuh perasaan cinta dari kedua orang tuanya akan lahir  anak yang memberikan harapan bagi orang tua nantinya.
Kewajiban orang tua ketika anak dilahirkan adalahPertama, memberikan nama yang baik dan ini dianjurkan dalam agama Islam. Hal Ini menunjukkan bahwa dalam perspektif Islam begitu pentingnya makna sebuah nama dan ini merupakan identitas diri bagi anak. Selain itu, dengan nama yang baik akan terbentuk konsep diri yang baik seiring dengan perkembangannya.
Kedua, memberikan kasih sayang. Hal ini dilakukandengan cara memberikan perhatian berupa makanan dan pakaian,  sesuai dengan kewajiban sebagai orang tua terutama ibu berkewajiban untuk menyusui selama dua tahun, sesuai tuntunan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah: 233, yang artinya “ Para ibu hendaklah menyusui  anak-anaknya  selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan susunya”. Maka dengan menyusui anak yang dilahirkan dari faktor kesehatan air susu pertama dapat menjadikan antibodi  terhadap kesehatan anak, begitupula sebaliknya ibu yang menyusui dapat terhindar dari penyakit kanker panyudara. Sedangkan dari faktor psikologinya ketika anak disusui akan mendapatkan respon yang baik dari stimulus yang diberikan ibunya, dan merupakan tahap pembelajaran sensori-motorik terhadap anak, sebagaimana dikemukakan pakar psikologi John Piaget.
Ketiga, orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kepada anak-anaknya dan membantu mengembangkan bakatnya, hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW bersabda,” Didiklah anak-anakmu (sesuai dengan bakat dan kemampuan serta tuntutan zaman dimana mereka hidup), karena sesuangguhnya mereka diciptakan untuk hidup pada zaman yang berbeda dengan zaman kalian”.Dalam hal ini pembelajaran yang diberikan kepada anak, baik itu pembelajaran agama maupun pembelajaran umum agar kecerdasan IQ dan kecerdasan spiritualnya dapat berkembang seiring denganusia perkembangannya.

Oleh karena itu, orang tua  sangat penting untuk memperhatikantiga ranah perkembangan anak yang ada kaitannya dengan psikologi, yakni  physical development ( perkembangan fisik), cognitive development (perkembangan kognitif) dan psychosial development ( perkembangan psikosisial). Perkembangan ini adalah sebuah proses penyatuan.
Tahap Perkembangan anak dapat dicermati dalam tabel berikut:
Tahap
Perk. Fisik
Perk.kognitif 
Perk. Psikososial
Prenatal
Pembuahan secara normal,kontribusi genetik
Kemampuan untuk belajar dan mengingat dan merespon terhadap rangsangan sensoris mulai berkembang
Janin merespon suara ibu
Bayi dan balita (kelahiran-usia 3 tahun)
Pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motorik berlangsung sangat cepat
Mulai memiliki kemampuan belajar,menggunakan simbol,penggunaan bahasa sangat cepat
Kelekatan terhadap org tua,berkembangnya kesadaran diri, adanya ketertarikan kepada anak2 yang lain

Kanak-kanak awal( 3-6 tahun)
Pertumbuhan stabil, selera makan menurun dan masalh tidur yang lazim . Kecederungan dgn menggunakan satu tangan dan meningkatnya keterampilan motorik
Pikiran agak egosentris.ketidak matangan kognitif. ingatan dan bahasa meningkat (8.000-14.000 kata). kecerdasan menjadi dapat diramalkan.
Konsep diri lebih rumit. Kemandirian.           Identitas jender berkembang. Bermain lebih imajinatif, biasanya lebih sosial
Kanak-kanak tengah (6 sampai 11 th)
Pertumbuhan melambat.
Kekuatan dan keterampilan atletik meningkat. Penyakit pernapasan adalah hal yg lazim.
Egos entrisme berkurang. Anak2 mulai berfikir logis dan konkret. Ingatan dan keterampilan bahasa meningkat (50.000 kata)
Konsep diri menjadi lebih rumit, mempengaruhi harga diri. Teman sebaya lebih penting.
Remaja (11- sekitar 20 th)
Pertumbuhan fisik dan perubahan lainnya berlangsung cepat dan ekstrem. Kematangan reproduksi berlangsung. Resiko kesehatan muncul dari persoalan prilaku.
Kemampuan  utk berfikir abstrak dan menggunakan penalaran ilmiah berkembang.
Pikiran yang belum matang bertahan beberapa sikap dan perilaku. Pendidikan terpusat pada persiapan  pendidikan selanjutnya.
Pencarian identitas, mencakup identitas seksual, menjadi pusat. Hubungan org tua secara umum baik. Kelompok teman sebaya bisa menimbulkan pengaruh positif dan negatif.
Dari ranah  perkembangan anak  diatas, sebagai orang tua harus memahami bahwa dalam penerapan konsep tarbiyah (pendidikan) yang  diberikan kepada anak bukan sekaligus tetapi melalui tahapan sesuai dengan perkembangannya bersamaan bertambah usianya.
Salah satu model pola asuh dalam pembinaan ibadah anak dicontohkan Rasulullah sawdalam haditsnya bahwa umur 7 thperintahkanlah anakmu sholat dan umur 10 tahun pukullah bila tidak melaksanakan sholat.  Dalam hal ini bila dikaitkan dengan kacamata psikologi bahwa suatu model pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan fase perkembangannya baik dari perkembangan fisik maupun perkembangan kognitifnya.  Dan usia 10 tahun bila ia tidak melaksanakan sholat maka pukullah dalam arti memberikan punishment (hukuman) bila ia melanggar. Hukuman (punishment) yang diberikan memukul bukan berarti memakai alat tetapi dengan mencubit dan memukul dengan telapak tangan.Orang tua memukul dengan telapak tangan dapat merasakan bagaimana efek setelah melakukan tamparan kepada anak, karena ibu merasakan demikian juga anak ketika diperlakukan.
Model Pola asuh  orang tua terhadap anak yang sering diterapkan:
1.       Orang tua yang Otoritarian(authoritarian) adalah orang tua yang menghargai control dan kepatuhan tanpa banyak tanya. Mereka berusaha membuat anak mematuhi perintah atau aturan dan menghukum mereka secara tegas jika melanggarnya. Orang tua mengambil jarak dengan anaknya. Akibatnya anak mereka cenderung menjadi lebih tidak puas, menarik diri, dan tidak percaya terhadap orang lain.
2.       Orang tua yang permisif (permissive) adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri dan pengatauran diri. Orang tua yang tidak banyak membuat aturan dan membiarkan anaknya memonitor aktivitas mereka sendiri. Tidak banyak memberi hukuman kepada anak.
3.       Orang tua yang otoritatif (authoritative) adalah orang tua yang menghargai individualitas anak tetapi tetap menekankan batas-batas sosial. Mereka percaya akan kemampuan mereka dalam mendidik anak, tetapi juga menghargai keputusan anak mengenai kemandirian, minat, pendapat, dan kepribadian anak. Mereka menyayangi dan menerima tetapi juga meminta perilaku yang baik, tegas dalam menerapkan standar, dan berkenan memberikan hukuman yag sesuai dan adil jika dibutuhkan dalam konteks yang hangat dan mendukung. Mereka menerapkan komunikasi verbal timbal balik. Anak merasa aman karena merasa dicintai tapi juga diarahkan dengan tegas. (Baumrind, 1989).
Dengan demikian model pola asuh yang mana yang akan kita terapkan kepada anak-anak kita, tergantung yang mana paling cocok untuk anak-anak di era sekarang. Akan tetapi dari hasil penelitian yang paling banyak efek positifnya kepada anak adalah pola asuh otoritatif.
Adapun bentuk kedisiplinan dalam pendekatan psikologi dikenal adanya istilahpenguatan (reinfocement) dan hukuman (punishment).Penguatan merupakan sesuatu yang dapat diberikan kepada anak  terhadap adanya perilaku yang baik, ketika anak-anak mendapatkan prestasi, diberikan hadiah sesuai kesukaan anak atau sesuai kemampuan orang tua. Selain itu, anak dapat juga diberi penguatan yang tidak dapat diukur seperti senyuman, pujian, pelukan, perhatian lebih atau pelukan special (ciuman pipi). Dengan demikian tentunya anak akan merasa  senang terhadap sesuatu pencapaian yang diraihnya.
Kedua  hukuman (punishment)  adalah hukuman fisik yang menggunakan kekuatan fisik dengan tujuan agar anak merasakan rasa sakit tetapi tidak mencederai, untuk mempebaiki atau mengontrol perilaku anak. Dalam hal ini menampar ingat bukan pada bagian kepala, mencubit, menggoyang dan lainnya tanpa menggunakan benda.Biasanya hukuman fisik ini banyak ditujukan kepada anak yang agresif dan sulit diatur karena ada faktor genetik.



[1] Dosen Psikologi pada Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI, Dosen Fakultas Tarbiyah Institut Perguruan Tinggi Ilmu alQuran (IPTIQI), dan Dosen Ilmu Pendidikan Islam pada Pendidikan Dasar Ulama (PDU) MUI Jakarta Pusat.

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Nurani Institute Indonesia