PARENTING DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM
Oleh:
Dr. Hj. Nurhidaya, M.Si[1]
Dalam suatu keluarga sangat
merindukan yang namaya buah cinta atau buah hati yg identik dengan pembuktian
hasil cinta sebuah pernikahan.Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw bahwa setiap
umatku kalau sudah sanggup maka menikahlah karena nikah merupakan kesempurnaan
dalam agama. Sedangkan dalam pendekatan
psikologi menurut Maslow dalam teori motivasi bahwa menikah merupakan salah satu kebutuhan fisiologis yang termasuk di dalamnya adalah seks. Jadi menikah itu suatu kebutuhan manusiawi
dengan tujuan mendapatkan keturunan.Karena
menikah dalam ajaran islam salah satu pencegahan perzinahan atau hubungan seksual sebelum menikah.
Anak yang dilahirkan merupakan anak yang bagaikan kertas yang
putih tanpa ada noda dan goresan. Anak juga dilahirkan dengan penuh perasaan
cinta dari kedua orang tuanya akan lahir
anak yang memberikan harapan bagi orang tua nantinya.
Kewajiban orang tua ketika anak dilahirkan
adalahPertama, memberikan nama yang baik dan ini
dianjurkan dalam agama Islam.
Hal Ini menunjukkan bahwa dalam perspektif Islam begitu
pentingnya makna sebuah nama
dan ini merupakan identitas diri bagi anak. Selain itu, dengan nama yang baik akan terbentuk
konsep diri yang baik seiring dengan perkembangannya.
Kedua, memberikan kasih sayang. Hal ini dilakukandengan
cara memberikan perhatian berupa makanan dan pakaian, sesuai dengan kewajiban sebagai orang tua
terutama ibu berkewajiban untuk menyusui selama dua tahun, sesuai tuntunan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah: 233, yang artinya “ Para
ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan susunya”. Maka dengan menyusui anak yang dilahirkan dari faktor kesehatan air susu pertama
dapat menjadikan antibodi terhadap kesehatan anak, begitupula sebaliknya
ibu yang menyusui dapat terhindar dari penyakit kanker panyudara. Sedangkan
dari faktor psikologinya
ketika anak disusui akan mendapatkan
respon yang baik dari stimulus yang diberikan ibunya, dan merupakan tahap
pembelajaran sensori-motorik terhadap anak, sebagaimana dikemukakan pakar psikologi John Piaget.
Ketiga, orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kepada anak-anaknya dan membantu mengembangkan bakatnya, hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW
bersabda,” Didiklah anak-anakmu (sesuai dengan bakat dan kemampuan serta
tuntutan zaman dimana mereka hidup), karena sesuangguhnya mereka diciptakan
untuk hidup pada zaman yang berbeda dengan zaman kalian”.Dalam hal ini
pembelajaran yang diberikan kepada anak, baik itu pembelajaran agama maupun pembelajaran umum agar
kecerdasan IQ dan kecerdasan spiritualnya dapat berkembang seiring denganusia perkembangannya.
Oleh karena itu, orang tua sangat penting untuk memperhatikantiga ranah perkembangan anak
yang ada kaitannya dengan psikologi, yakni
physical development (
perkembangan fisik), cognitive
development (perkembangan kognitif) dan psychosial
development ( perkembangan psikosisial). Perkembangan ini adalah sebuah
proses penyatuan.
Tahap Perkembangan anak dapat dicermati dalam tabel berikut:
Tahap
|
Perk. Fisik
|
Perk.kognitif
|
Perk. Psikososial
|
Prenatal
|
Pembuahan secara normal,kontribusi genetik
|
Kemampuan untuk belajar dan mengingat dan merespon terhadap
rangsangan sensoris mulai berkembang
|
Janin merespon suara ibu
|
Bayi dan balita (kelahiran-usia 3 tahun)
|
Pertumbuhan fisik dan perkembangan keterampilan motorik berlangsung
sangat cepat
|
Mulai memiliki kemampuan belajar,menggunakan simbol,penggunaan bahasa
sangat cepat
|
Kelekatan terhadap org tua,berkembangnya kesadaran diri, adanya
ketertarikan kepada anak2 yang lain
|
Kanak-kanak awal( 3-6 tahun)
|
Pertumbuhan stabil, selera makan menurun dan masalh tidur yang lazim
. Kecederungan dgn menggunakan satu tangan dan meningkatnya keterampilan
motorik
|
Pikiran agak egosentris.ketidak matangan kognitif. ingatan dan bahasa
meningkat (8.000-14.000 kata). kecerdasan menjadi dapat diramalkan.
|
Konsep diri lebih rumit. Kemandirian. Identitas jender berkembang.
Bermain lebih imajinatif, biasanya lebih sosial
|
Kanak-kanak tengah (6 sampai 11 th)
|
Pertumbuhan melambat.
Kekuatan dan keterampilan atletik meningkat. Penyakit pernapasan
adalah hal yg lazim.
|
Egos entrisme berkurang. Anak2 mulai berfikir logis dan konkret.
Ingatan dan keterampilan bahasa meningkat (50.000 kata)
|
Konsep diri menjadi lebih rumit, mempengaruhi harga diri. Teman
sebaya lebih penting.
|
Remaja (11- sekitar 20 th)
|
Pertumbuhan fisik dan perubahan lainnya berlangsung cepat dan
ekstrem. Kematangan reproduksi berlangsung. Resiko kesehatan muncul dari
persoalan prilaku.
|
Kemampuan utk berfikir abstrak dan menggunakan
penalaran ilmiah berkembang.
Pikiran yang
belum matang bertahan beberapa sikap dan perilaku. Pendidikan terpusat pada
persiapan pendidikan selanjutnya.
|
Pencarian identitas, mencakup identitas seksual, menjadi pusat.
Hubungan org tua secara umum baik. Kelompok teman sebaya bisa menimbulkan
pengaruh positif dan negatif.
|
Dari ranah perkembangan anak diatas, sebagai orang tua harus memahami bahwa dalam penerapan konsep tarbiyah (pendidikan) yang diberikan kepada anak
bukan sekaligus tetapi melalui
tahapan sesuai dengan perkembangannya bersamaan bertambah usianya.
Salah satu model pola asuh dalam pembinaan ibadah anak dicontohkan
Rasulullah sawdalam haditsnya bahwa
umur 7 thperintahkanlah anakmu sholat dan umur 10 tahun pukullah bila tidak melaksanakan sholat. Dalam hal ini bila dikaitkan dengan kacamata
psikologi bahwa suatu model pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan fase perkembangannya baik dari
perkembangan fisik maupun
perkembangan kognitifnya. Dan usia 10
tahun bila ia tidak melaksanakan sholat maka pukullah dalam arti memberikan punishment (hukuman) bila ia melanggar.
Hukuman (punishment) yang diberikan memukul bukan berarti memakai alat tetapi
dengan mencubit dan memukul
dengan telapak tangan.Orang tua memukul dengan telapak tangan dapat merasakan
bagaimana efek setelah melakukan tamparan kepada anak, karena ibu merasakan demikian juga anak ketika
diperlakukan.
Model Pola asuh orang tua terhadap anak yang sering
diterapkan:
1. Orang
tua yang Otoritarian(authoritarian) adalah orang tua yang menghargai control
dan kepatuhan tanpa banyak tanya. Mereka berusaha membuat anak mematuhi
perintah atau aturan dan menghukum mereka secara tegas jika melanggarnya. Orang
tua mengambil jarak dengan anaknya. Akibatnya anak mereka cenderung menjadi
lebih tidak puas, menarik diri, dan tidak percaya terhadap orang lain.
2. Orang
tua yang permisif (permissive) adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri dan pengatauran diri. Orang
tua yang tidak banyak membuat aturan dan membiarkan anaknya memonitor aktivitas
mereka sendiri. Tidak banyak memberi hukuman kepada anak.
3. Orang
tua yang otoritatif (authoritative) adalah orang tua yang menghargai individualitas
anak tetapi tetap menekankan batas-batas sosial. Mereka percaya akan kemampuan mereka dalam mendidik anak,
tetapi juga menghargai
keputusan anak mengenai kemandirian, minat, pendapat, dan kepribadian anak.
Mereka menyayangi dan
menerima tetapi juga meminta perilaku yang baik, tegas dalam menerapkan
standar, dan berkenan memberikan hukuman yag sesuai dan adil jika dibutuhkan
dalam konteks yang hangat dan mendukung. Mereka menerapkan komunikasi verbal
timbal balik. Anak merasa aman karena merasa dicintai tapi juga diarahkan
dengan tegas. (Baumrind, 1989).
Dengan demikian model pola asuh
yang mana yang akan kita
terapkan kepada anak-anak kita, tergantung yang mana paling cocok untuk
anak-anak di era sekarang. Akan tetapi dari hasil penelitian yang paling banyak
efek positifnya kepada anak adalah pola asuh otoritatif.
Adapun bentuk kedisiplinan dalam
pendekatan psikologi dikenal adanya
istilahpenguatan (reinfocement)
dan hukuman (punishment).Penguatan merupakan sesuatu yang dapat
diberikan kepada anak terhadap adanya
perilaku yang baik, ketika anak-anak mendapatkan prestasi, diberikan hadiah sesuai kesukaan anak atau sesuai
kemampuan orang tua. Selain itu, anak dapat juga diberi
penguatan yang tidak dapat
diukur seperti senyuman, pujian, pelukan, perhatian lebih atau pelukan special (ciuman pipi). Dengan demikian tentunya anak akan merasa
senang terhadap sesuatu
pencapaian yang diraihnya.
Kedua hukuman (punishment) adalah hukuman fisik yang menggunakan kekuatan fisik dengan tujuan
agar anak merasakan rasa
sakit tetapi tidak mencederai, untuk mempebaiki atau mengontrol perilaku anak.
Dalam hal ini menampar ingat bukan
pada bagian kepala, mencubit,
menggoyang dan lainnya tanpa
menggunakan benda.Biasanya
hukuman fisik ini banyak ditujukan kepada anak yang agresif dan sulit diatur
karena ada faktor genetik.
[1]
Dosen Psikologi pada Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI, Dosen Fakultas
Tarbiyah Institut Perguruan Tinggi Ilmu alQuran (IPTIQI), dan Dosen Ilmu
Pendidikan Islam pada Pendidikan Dasar Ulama (PDU) MUI Jakarta Pusat.
Posting Komentar